Senin, Desember 05, 2011

Pengembagan Masyarakat & Tantangan Lingkungan

Bukan lagi merupakan rahasia umum bahwa lingkungan turut menjadi penentu keberhasilan maupun kegagalan seseorang dalam upaya membentuk sesuatu yang diharapkan. Pada masyarakat moderen kesadaran untuk dapat bersaing serta insting untuk tampil telah tumbuh dengan baik semenjak masa kanak-kanak, ditambah dukungan keluarga untuk terus mendorong anak dengan menyediakan berbagai kebutuhannya. Harapanya titik fokus pada anak hanya terarah pada pendidikan tanpa harus memikirkan hal lain yang dapat mengurangi semangatnya dalam belajar. Melihat teman lain belajar serta turut menyeksikan adanya keberhasilan yang dicapai orang lain, ditambah berbagai penggambaran visual di sisi lain mengenai kesuksesan bahkan turut menjadi motivasi banyak anak dikota besar untuk belajar sungguh-sungguh, lalu hasilnya berhasil. 

Namun paradigma berhasil pada masyarakat moderen serta penggambaran ukuran keberhasilan yang terngiang akibat berbagai hal tersebut di atas sangat kontras dan berbeda dengan masyarakat tradisional. Pada masyarakat tradisional ukuran keberhasilan adalah bagaimana memperoleh hasil buruannya lalu dinikmati secara komunal dalam kelompoknya. Persaingan tidak begitu nampak di sana, karena adanya pandangan akan kebersamaan. Sehingga siapapun yang memburu hewan buruan, hasil tangkapannya akan dibagikan kepada anggota kelompoknya. 

Kehidupan seperti ini terus berlangsung dan ditanamkan kepada generasi satu ke generasi berikutnya dan seterusnya. Suatu hal yang tidak lazim bagi masyarakat tradisional. Tentu saja perkembangan jaman yang begitu pesat dimana arus informasi, serta kemajuan teknologi yang begitu deras tidak dapat dihindari oleh siapa pun. Siap atau tidak siap setiap orang hanya diberikan pilihan harus siap menerima kondisi tersebut. Dalam kondisi inilah peradaban masyarakat tradisional memperoleh pilihan yang sangat sulit. Karena kebingungan tak berdaya, apakah harus tetap berada pada tataran nilai adat ataukah harus terjun untuk bergabung dalam keruhnya modernisasi. Namun, pengaruh manisnya jaman moderen yang begitu deras, ditambah pandangan akan kondisi masyarakat tradisional yang bagi khalayak dianggap miskin dan tertinggal akhirnya menjadi kekuatan bagi hengkang dan menjauhnya masyarakat tradisional untuk kembali pada sebuah rel yang seharusnya tetap dipijak. Masyarakat akhirnya kocar-kacir kebingungan, meminjam istilah DKI Warkop, maju kena mundur kena. Tidak mungkin kembali tetapi jika terus maju tidak memiliki pijakan untuk bertahan pada manisnya jaman moderen itu. 

Beberapa pulau di Indonesia termasuk pulau besar dan kecil yang memiliki potensi kekayaan alam dan pulau yang kurang bahkan tidak memiliki potensi sumber daya alam, kondisi di atas tidak dapat dihindarkan. Dan ini seharusnya menjadi perhatian yang serius pemerintah daerah, sehingga mencari alternatif solusi yang tepat dalam mengatasi kondisi-kondisi tersebut. Salah satu contoh misalnya Kabupaten Mimika-Papua. Kondisi masyarakat tradisional di kota ini persis seperti yang digambarkan di atas. Suku Kamoro misalnya, jika pernah menonton Film Dokumenter dengan judul, Mutiara Pesisir Pantai, karya saudara Belo Taran yang gambarnya diambil di Kampung Ipaya kabupaten Mimika, penggambaran tersebut persis kondisi masyarakat tradisional suku Kamoro yang sebetulnya terjadi di Kabupaten Mimika. Masyarakat merasa sangat sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup, terutama kesehatan dan pendidikan. 

Ekonomi adalah salah satu masalah lain, karena masyarakat tradisional kini telah beralih pada jaman modern, namun tentu saja sangat berat bagi mereka untuk berada di tengahnya. Ibarat sebuah gerbong kereta api eksekutif dinaiki oleh seorang yang baru berada di kota dan kebingungan bagaimana caranya agar dapat tetap berada di atas gerbong tersebut senyaman penumpang gerbong lainnya. Untuk mengatasi masalah ini, banyak LSM yang tergabung dalam berbagai misi. Dimulai dari Yayasan Sejati, lalu muncul yayasan dan berbagai instansi swasta lokal, nasional dan internasional untuk mengatasi masalah masyarakat tradisional. Namun, kondisi masyarakat ini tidak mengalami perubahan yang signifikan. Bahkan mengalami kemunduran yang sangat luar biasa dalam bidang pendidikan. Data penelitian tesis yang dilakukan bulan April-Oktober 2011, sebanyak 77 pelajar dan mahasiswa suku Kamoro penerima beasiswa Lembanga Pengembangan Masyarakat Suku Amugme dan Kamoro (LPMAK) di Kabupaten Mimika tidak melanjutkan studi. Mereka lebih memilih untuk tinggal di kampung. Selain itu tidak sedikit siswa dari suku tersebut yang berhenti sebelum atau setelah menamatkan Sekolah Dasar (SD). 

Data yang dihimpun dalam penelitian, dari 33 orang pelamar kerja hanya 1 orang yang berhasil menamatkan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sementara yang lainya dengan pendidikan terakhir di SD. Berbagai LSM bahkan merasa kesulitan untuk menangani hal tersebut. bahkan di sisi lain tidak sedikit guru dan sekolah negeri yang pesimis bahwa suku tersebut dapat berkembang dalam bidang pendidikan, yang artinya sulit bagi masyarakat tradisional suku Kamoro untuk berkembang dalam berbagai bidang pada masa mendatang. Pemerintah daerah Mimika yang seharusnya dapat mengatasi masalah ini bahkan terkesan lamban dan nampak tidak serius menangani masalah pendidikan di kabupaten Mimika. Guru-guru banyak meninggalkan sekolah dan tinggal di kota dengan membuat laporan fiktif lalu tetap menerima gaji. Bahkan ada juga dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak sampai di sekolah karena terlanjur dihabiskan oleh kepala sekolah. Pemerintah Daerah melalui dinas pendidikan di sisi lain tidak menindak tegas serta berupaya secara serius dalam upaya mengatasi masalah ini. Sehingga pendidikan di kabupaten Mimika khusus bagi masyarakat tradisional berada pada titik krisis. 

Tantangan lingkungan Lingkungan dimana masyarakat tradisional berada memang menjadi salah satu masalah bagi pengembangan masyarakat itu sendiri. Kebiasaan masyarakat untuk berburu dan meramu dimana sekolah bukan merupakan pilihan adalah keluhan tersendiri bagi para pengajar di berbagai wilayah tersebut. Kesadaran akan pentinya pendidikan masih sangat minim. Minimnya ketertarikan terhadap pendidikan menyebabkan suku Kamoro tersingkir dari kehidupan kota. Mereka yang dahulu berada di kota lalu menjual rumah dan kembali ke alam dimana mereka dapat tetap bertahan hidup di sana. Untuk dapat menjangkau daerah dimana suku tradisional tersebut berada pun harus melewati sungai-sungai dan laut, masih juga harus menghadapi cuaca ekstrim lainya, misalnya curah hujan yang cukup tinggi karena kelembaban udara, gelombang laut yang siap menghalangi lajunya transportasi laut, nyamuk, dan harus menyisuri dataran kampung berjalan kaki bisa hingga 12 hingga 24 jam bahkan lebih, dan berbagai tantangan lain yang tidak dapat dihindari. Pengembangan Masyarakat Ada beberapa hal yang hendaknya menjadi pedoman penting bagi pengembangan masyarakat lokal. 

Banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), termasuk pemerintah daerah memiliki program untuk mengatasi masalah masyarakat tersebut. Namun tidak sedikit kegagalah yang dihadapi dan nampak belum ada keberhasilan yang signifikan atas berbagai upaya tersebut. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap kondisi masyarakat secara mendalam. Kurang pemahaman yang dimaksud di sini adalah berkaitan dengan kebiasaan masyarakat setempat. Jika program yang ditawarkan kepada masyarakat dirasa masyarakat bertentangan dengan kebiasaan masyarakat, terutama kebiasaan yang berkaitan dengan kondisi tradisional masyarakat dan diukur dengan porsi kondisi masyarakat setempat, maka hasilnya adalah kegagalan. Untuk itu sebaiknya sesuaikan sesuatu yang hendak ditawarkan kepada masyarakat sesuai dengan kondisi alaminya. Artinya jangan memaksakan apa yang diharapkan kepada masyarakat dengan berharap masyarakat yang harus mengikuti rencana yang telah dibuat, sebab itu hanya akan menuai kegagalan. 

Disisi lain kebanyakan masyarakat menerima sesuatu dengan bersemangat pada awalnya, lalu memudar, lama kelamaan menghilang. Ini sebuah kondisi yang sangat sering dialami oleh setiap orang termasuk dalam undangan rapat yang diadakan oleh suatu kelompok tertentu. Ketika mendengar undangan dalam rangka penyuksesan program A atau program B orang dengan senang hati hadir. Banyaknya peserta rapat menyebabkan sebuah ruangan bahkan tidak mampu menampung jumlah yang hadir. Beberapa waktu kemudian dibuat undangan lain untuk program yang sama atau bedah. Tentu dalam pertemuan ini respon serta jumlah mereka yang hadir semakin berkurang dan seterusnya hingga orang terpaksa menghentikan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Masyarakat tradisional pun memiliki pola bagaimana mereka menyelesaikan sebuah pekerjaan kemudian dengan senang hati melanjutkan pekerjaan tersebut dihari yang lain. Kondisi psikologi masyarakat dalam situasi seperti ini sangat penting untuk dipelajari, sehingga euforia perubahan yang diterima pada awalnya dapat tetap bertahan selamanya dan menjadi bagian yang dilakukan terus menerus. Ini penting bagi mereka yang mengharapkan terjadi perubahan dalam masyarakat menuju masyarakat yang lebih baik. 

Tidak semua elemen dalam sebuah komunitas mengharapkan perubahan dari kondisi masyarakat tradisional ke wujud perubahan yang lain, katakanlah moderen. Ini merupakan pertaruhan yang sangat berat. Tidak mudah sebuah kerajaan menerima dirubah menjadi konstitusi yang lain karena kondisi yang ada sudah sangat baik menurut ukuran konstitusi kerajaan. Demikian pula masyarakat tradisional dirubah menjadi masyarakat yang harus menerima kondisi lain. Sekali lagi ini adalah pertaruhan. Sehingga jika masalah ini tidak mendapat respon secara positif sejak awal, maka kehancuran sebuah tatanan masyarakat sedang dimulai. Inilah yang dialami oleh suku Kamoro kabupaten Mimika yang harus melompat dari tradisional ke moderen. Masyarakat kehilangan arah pijakan, akhirnya berbagai elemen penting lain diantaranya budaya komunal berubah menjadi individu secara tidak wajar, karena orang menjadi individual dan tamak. Kehilangan identitas diri sehingga kecenderungan negatif misalnya mengonsumsi minuman keras, perkeklahian antar kelompok minuman keras sering terjadi serta berbagai dampak sosial lain. 

Perubahan masyarakat menuju masyakat modern pada prinsipnya tidak dapat dihindari dan itu mutlak akan dialami oleh siapapun. Namun tentunya sangat penting memahami kondisi masyarakat, adat istiadat, budaya dan berbagai atribut masyarakat tersebut. Tujuannya adalah masyarakat kemudian dapat menerima kemudian menikmati perubahan tersebut karena mampu menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar