“Suka tidak suka, mau
tidak mau kapan dan dimanapun jika memang harus, maka jadilah”.
Kutipan diatas telah menjadi semacam semboyan, ketika dipilih
untuk memimpin mahasiswa organisasi internasional yang didalamnya berisi
orang-orang pintar dari 29 negara. Mereka adalah mahasiswa pilihan dari
negaranya masing-masing yang sedang mengenyam studi di University of the
Philippine Los Baños, Laguna Philippine. Rata-rata yang tergabung dalam
organisasi kemahasiswaan ini adalah mereka yang sedang mengenyam pendidikan
pada tingkat pendidikan S2 (master) & S3 (Doktor). Bergaul dengan rekan
mahasiswa dari berbagai penjuru dunia memang gampang-gampang susah. Hal itu
tidak semudah kita bergaul atau berinteraksi dengan rekan satu Negara. Karena
dialek bahasa, pola interaksi & bersosialisasi serta cara menanggapi dan
memberikan tanggapan serta saran sangat berbeda. Ada rekan negara lain yang
gampang marah dan mengeluarkan kata-kata yang menjatuhkan rekan lain karena alasan
ini dan itu, ada juga rekan yang suka menilai tetapi tidak mau terlibat dalam
kegiatan, ada juga mereka yang aktif sejak awal dengan semangat tanpa henti.
Tinggal bagaimana pemimpin dapat mengambil peran untuk menstabilkan kondisi
yang ada. Yang pasti mereka tidak akan kompromi dengan waktu dan akuntabilitas
pertanggung jawaban.
Organisasi kemahasiswaan memang berbeda dengan dunia kerja
yang pada umumnya orang bekerja untuk memperoleh upah untuk melanjutkan
hidupnya. Didalamnya ada aturan kerja yang tegas. Mau tidak mau setiap orang
harus mematuhi aturan yang telah ada. Sebab jika tidak, akan ada resiko.
Mungkin tidak adanya tambahan insentif, bonus serta tambahan lainnya. Mereka
yang bekerja dengan baik mungkin pula dipromosikan untuk jenjang jabatan
selanjutnya. Organisasi kemahasiswaan hanyalah mengenai kesukarelaan. Tidak ada
pemakasaan karena tidak ada upah, tidak ada promosi jabatan, bonus dan
sebagainya. Namun tanggungjawabnya adalah bagaimana mereka yang memimpin dapat
menggerakan anggotanya untuk terlibat dalam kegitan yang diselenggarakan. Pada
pinsip ini, entah organisasi kemahasiswaan dalam negeri dan luar negeri sama,
yaitu pengalokasian waktu. Beberapa mahasiswa lebih senang berorganisasi secara
total tanpa memikirkan studi, tetapi ada juga yang berusaha membagi waktu
antara studi dan berorganisasi. Sayangnya memprioritaskan kegiatan
keorganisasian tidak berlaku dalam organisasi kemahasiswaan internasional yang
nota bene, studi adalah prioritas. Alasannya jelas, jangka waktu studi hanya
diberikan bagi mahasiswa penerima beasiswa sebuah lembaga studi internasional
hanya 2 (dua) tahun bagi level S2 & 3 (tiga) tahun untuk level S3. Jika
melebihinya, maka otomatis biaya studinya akan dihentikan. Berkaitan dengan
aturan yang sangat tegas tersebutlah, setiap mahasiswa berlomba-lomba menyelesaikan
studi tepat waktu, bila perlu lebih cepat dari waktu yang telah ditentukan.
Polah dan aturan yang telah tersistem baik yang dipengaruhi
oleh kondisi negaranya maupun berbagai aturan yang menyertai mahasiswa tersebut
selalu menjadi sesuatu yang memaksa para mahasiswa internasional belajar secara
sungguh-sungguh untuk dapat sesegerah mungkin menyelesaikan studinya.
Ketika dihadapkan pada situasi yang semacam itu, kemudian
kembali membayangkan kondisi pendidikan daerah dengan berbagai keterbatasan,
maka yang terpikir hanyalah sebuah tantangan yang sangat berat sedang menunggu.
Namun mau tidak mau, suka tidak suka, tantangan tersebut harus ditaklukan.
Tujuannya jelas bukan masalah tingkat pendidikan yang tinggi yang harus dicapai
tetapi bagaimana kemudian hal itu akan bermanfaat bagi generasi berikut,
sekurang-kurannya muncul motivas dan daya juang, mengingat tantantangan kedepan
mungkin akan lebih berat dari tantangan yang ada saat ini. Hal ini menjadi
motivasi yang selalu mendahului berbagai konsep pikir mengenai realita yang
ada. Sehingga ketika pada tahun 2012 dilangsung pemungutan suara untuk memilih
presiden mahasiswa Internasional pada kampus tersebut, walaupun sudah berusaha
mundur namun terus dipaksa oleh rakan-rekan negara lain, dan pada hasilnya
unggul sebagai kandidat presiden terkuat lalu keputusannya diangkat menjadi
presiden, motivasi tersebut semakin meneguhkan untuk membuktikan diri bahwa
putra daerah Mimika harus mampu berkompetisi di dunia internasional. Berkat
motivasi tersebut, akhirnya menjadi semakin kuat untuk memimpin organisasi
kemahasiswaan yang ada.
Dengan adanya jabatan tersebut dapat dibayangkan tingkat
kesibukan yang padat dan gila-gilaan jauh melampaui mahasiswa normal lain.
Tugas yang padat dalam perkuliahan tetapi kegiatan keorganisasian juga harus
dijalankan bersamaan. Tentunya ini mengenai resiko mengingat aturan yang sangat
ketat pada universitas nomor satu di Filipina tersebut. Namun rupanya motivasi yang
ada jauh lebih kuat hingga mengalahkan berbagai kekhawatiran yang ada dan mampu
bertahan hingga membawah organisasi mahasiswa internasional tersebut jauh
melebihi target dan diapresiasi seantero public di wilayah kampus dan negara
lain. Sebab berbagai even yang diselenggarakan disiarkan pula ke negara dimana
mahasiswanya tergabung dalam kegiatan keorganisasian. Rata-rata semua even yang
diselenggarakan diacungi jempol karena sukses dibandingkan kepemimpinan
sebelumnya. Salah satu kegiatan terdashyat adalah “International Association
Cultural Night” atau malam pentas budaya organisaswi mahasiswa internasional
pada bulan September 2013, yang mendapat sambutan positive dari berbagai
perwakilan diplomatic di Filipina. Berbicara dimimbar membawahkan sambutan
disertai gemuruh tepuk tangan bukanlah hal yang mudah pada ranah internasional.
Namun itulah faktanya, bahwa putra daerah Mimika pun bisa menaklukan tantangan
yang ada.
**
Leonardus Tumuka: Saat tulisan ini dipublikasikan, penulis sedang menempuh studi S3
(Doktor) di University of The Philippine Los BanÕs (UPLB), Laguna Philippine pada program studi Community Development.